Selasa, 01 Juli 2008

Politik Uang dalam Pemilihan Bupati Luwu 2008

Hiruk pikuk masyarakat luwu dalam menghadapi pemilihan bupati luwu untuk periode 2008-2013 begitu interest. Hal ini bisa dilihat dengan banyak calon yang muncul ke permukaan. Ini menandakan bahwa luwu sekarang mengalami kemajuan yang luar biasa terutama di bidang sumber daya manusia.

Dan memang politik, begitu menarik hati, tidak memandang status dalam tatanan social masyarakat. Ada adagium dalam politik bahwa tidak ada lawan atau kawan yang abadi, yang ada hanya kepentingan abadi. Tujuan orang berpolitik adalah kekuasaan. Seperti kata Mafioso italia berkata” kekuasaan itu lebih nikmat daripada bersenggama”.

Perkembangan politik di luwu begitu mencengangkan, karena perubahan dukungan masyarakat bisa berubah-ubah setiap waktu. Fanatisme terhadap suatu kelompok tidak terlalu mengikat. Karena secara sosiologis masyarakat luwu adalah masyarakat yang merdeka dari tekanan siapapun. Namun persaingan antara kandidat calon bupati luwu, tidak akan terlepas dari politik uang yang seperti kanker ganas yang menggegoroti demokrasi, sehingga demokrasi tak lebih dari investasi untuk meraih kekayaan secara singkat dan menjanjikan. Demokrasi hanya symbol-simbol dalam pemilihan bupati luwu 2008.

Politik dan Uang

Kekuatan uang dalam politik semakin menunjukan pengaruh luar biasa. Pengaruh itu dapat kita saksikan dalam bekerjanya fungsi-fungsi parlemen dalam hubungan dengan pemerintah, institusi negara dan sector swasta.

Pendeknya, legitimasi parpol dan parlemen sebagai instrument demokrasi modern untuk menyalurkan aspirasi masyarakat.kini berada di titik nadir. Betul bahwa kehidupan politik hanya ladang perburuan rente ekonomi dan bukan kegiatn produktif.

Kian intimnya hubungan politik dan uang mungkin akan melanggengkan korupsi investif. Para pejabat dan pengusaha yang dekat kekuasaan semakin kaya entah uangnya berasal dari uang halal atau uang haram Celakanya mereka tidak ada kepentingan untuk membangun infrastruktur politik, social, ekonomi yang sehat untuk kepentingan pembangunan berkelanjutan tetapi sekedar cash and carry.

Peran kekuatan uang

Mengapa kekuatan uang begitu memegang peran penting? Yang nyata untuk membiayai kendaraan parpol dan untuk kampaye yang memerlukan biaya besar.

Dalam system pemilu sekarang, biaya politik untuk pemenangan pemilu lebih ke kas kandidat bukan partai, sehingga mereka harus memperluas sumber pendanaan. Kandidat bupati yang melamar parpol peserta pemilu harus mengeluarkan dua kali untuk memenagi “pemilu internal” dan kampaye di daerah pemilihan.

Faktor ideologis mungkin mungkin bukan daya tarik politik karena warna ideology hampir tidak terlihat dalam dunia perpolitikan, selain hanya politik identitas. Di mata rakyat, kebanyakan belum ada contoh nyata hubungan politik dengan kesejahteraan umum. Maka jangan salahkan jika masyarakat lebih pragmatis menuntut keuntungan pribadi yang langsung daripada perbaikan kebijakan umum. Apabila hal ini terjadi, yang ada hanya penghisapan manusia oleh manusia (L’explotation de L’homme per L’homme)

Namun harapan kedepan, makin banyak pemilih luwu yang rasional sekaligus mengingatkan untuk menghukum dan tidak memilih penguasa yang tidak berprestasi, mempunyai rapor merah, dan berbau busuk. Sehingga tujuan demokrasi tercapai yaitu keadilan dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Copy Right . Andi Sidi Gazalba W (Kordinator FORTAL)

7 TEKNIK PROPAGANDA

(disadur dari buku The Fine Art of Prapaganda, Alfred McClung Lee & Alizabeth Briant Lee, 1939)

1. Name Calling, teknik memberikan label buruk pada sesuatu gagasan/orang/lembaga supaya sasaran tidak menyukai atau menolaknya.

2. Glittering Generality, teknik menghubungkan sesuatu dengan ‘kata yang baik’ dipakai untuk membuat sasaran menerima dan menyetujui sesuatu tanpa memeriksa bukti-bukti.

3. Transfer, teknik membawa otoritas, dukungan, gengsi dari sesuatu yang dihargai dan disanjung kepada sesuatu yang lain agar sesuatu yang lain itu lebih dapat diterima.

4. Testimoni (kesaksian), teknik memberi kesempatan pada orang-orang yang mengagumi atau membenci untuk mengatakan bahwa sebuah gagasan atau program atau produk atau seseorang itu baik atau buruk.

5. Plain Folks, teknik propaganda yang dipakai pembicara propaganda dalam upaya meyakinkan sasaran bahwa dia dan gagasan-gagasannya adalah bagus karena mereka adalah bagian dari ‘rakyat’.

6. Card Staking, meliputi pemilihan dan pemanfaatan fakta atau kebohongan, ilustrasi atau penyimpangan, dan pernyataan-pernyataan logis atau tidak logis untuk memberikan kasus terbaik atau terburuk pada suatu gagasan, program, orang, atau produk. Teknik ini memilih argument atau bukti yang mendukung sebuah posisi dan mengabaikan hal-hal yang mendukung posisi itu. Argument-argumen yang dipilih bisa benar atau salah.

7. Bandwagon, teknik ini digunakan dalam rangka meyakinkan kepada sasaran bahwa semua anggota suatu kelompok (di mana sasaran menjadi anggotanya) menerima programnya, dan oleh karena itu sasaran harus mengikuti kelompok dan segera menggabungkan diri pada kelompok.

ELEMEN PROPAGANDA

Propaganda adalah suatu penyebaran pesan yang terlebih dahulu telah direncanakan secara seksama untuk mengubah sikap, pandangan, pendapat dan tingkah laku dari penerima/komunikan sesuai dengan pola yang telah ditetapkan oleh komunikator (Santosa Sastropoetro, Propaganda: Salah Satu Bentuk Komunikasi Massa, Bandung: Alumni, 1991, h. 34).
Santosa Sastropoetro menyatakan elemen-elemen atau ciri-ciri propaganda sebagai berikut:
1. Komunikator, atau orang yang dilembagakan/lembaga yang menyampaikan pesan dengan isi dan tujuan tertentu.
2. Komunikan atau penerima pesan yang diharapkan menerima pesan dan kemudian melakukan sesuatu sesuai pola yang ditentukan oleh komunikator.
3. Kebijaksanaan atau politik propaganda yang menentukan isi dan tujuan yang hendak dicapai.
4. Pesan tertentu yang telah di-encode atau dirumuskan sedemikian rupa agar mencapai tujuannya yang efektif.
5. Sarana atau medium yang tepat dan sesuai atau serasi dengan situasi dari komunikan.
6. Teknik yang seefektif mungkin, yang dapat memberikan pengaruh yang setepatnya dan mampu mendorong komunikan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginan atau pola yang ditentukan oleh komunikator.
7. Kondisi dan situasi yang memungkinkan dilakukannya kegiatan propaganda yang bersangkutan.

PENGELOMPOKAN PROPAGANDA

Menurut Sifat:

  1. White propaganda, merupakan propaganda yang secara jujur, benar, sportif menyampaikan isi (content) pesan, serta sumbernya jelas.
  2. Black propaganda, merupakan propaganda yang secara licik, palsu, tidak jujur dan menuduh sumber lain melakukan kegiatan terebut.
  3. Grey propaganda, merupakan propaganda yang sumber kurang jelas- tujuannya samar-samar, sehingga menimbulakan keraguan.
  4. Ratio propaganda, dengan tujuan rasional.

Menurut Sumber:

  1. Concealed, sumber tertutup.
  2. Revealed, sumber jelas – terbuka.
  3. Deleyed revealed, sumber lambat laun terbuka – jelas.

Menurut Sistem:

  1. Menggunakan simbol-simbol, Symbolic interaction. Propaganda jenis ini menggunakan lambing-lambang komunikasi yang penuh arti, yaitu:
    1. bahasa (lisan dan atau tulis;
    2. gambar-gambar;
    3. isyarat-isyarat

yang telah dirumuskan sedemikian rupa sehingga dapat merangsang kiwa komunikan untuk menerima pesan dan kemudian memberikan reaksi seperti yang diharapkan oleh komunikator.

  1. Menggunakan perbuatan nyata, propaganda of the deed. Propaganda jenis ini menggunakan tindakan nyata untuk memaksa komunikan menerima pesan dan melakukan tindakan seperti apa yang diharapkan oleh komunikator.

Menurut Metoda Perubahan Sikap:

  1. Coercive, propaganda dengan metoda ini hampir mirip dengan propaganda of the deed. Namun begitu dalam coercive (bersifat sanksional) ini masih menggunakan lambang-lambang komunikasi yang menimbulkan ketegangan jiwa (takut, seram, jijik). Komunikan yang menerima pesan secara coercive, akan melakukan sesuatu sebagai akabat rasa takut, rasa ngeri. Perasaan ini timbul karena ada sanksi-sanksi tertentu yang ditakutinya meelalui pesan yang diterimanya. Misal: rasa takut kehilangan pekerjaan atau nafkah, takut terlantar, dikucilkan, sengsara, dll.
  2. Persuasive, propaganda jenis ini adalah dengan metoda penyampaian pesan-pesan yang menimbulkan rasa senang, tertarik, rela, dan spontan melakukan sesuatu.

Menurut Wilayah:

  1. Regional
  2. Nasional
  3. Internasional.

Menurut Jenis Kegiatan:

  1. Propaganda Dagang

a. Iklan

b. Peragaan/display

c. Pawai

d. Pameran

  1. Propaganda Politik
    1. Penyebaran dokrin
    2. Penyebaran keyakinan politik tertentu.
  2. Propaganda Perang
    1. Warmongering atau propaganda yang menghembus-hembuskan perang
    2. Defamatory atau propaganda yang merusak nama baik kepala negara/pemerintah.
    3. Subversive yaitu propaganda yang merusak suatu negara dari dalam agar negara tersebut hancur.
    4. Psy-war atau psychological warfare atau perang urat syaraf. Sering juga disebut sykewar.
  1. Propaganda budaya
    1. Pameran seni dan budaya
    2. Pementasa seni/tari.
    3. Pertukaran misi-misi kebudayaan
    4. Ilmu pengetahuan.
  1. Propaganda Agama
    1. Khotbah
    2. Ceramah agama
    3. Pertemuan agama
    4. Pementasan drama bernafaskan agama

PUISI LAKNAT UNTUK PARA DURJANA

PUISI LAKNAT UNTUK PARA DURJANA

YANG TAK BEDA DENGAN SERIGALA

YANG SENANTIASA BERPESTA DALAM ISTANA

INGIN KUKUTUK MENJADI KERAK NERAKA

KARENA TAK HENTI-HENTINYA MENGHIANATI KATA

TAK PUAS-PUASNYA MEMPERKOSA BAHASA

MENELIKUNG MAKNA MENJADI PETAKA

MEMBIARKAN DUSTA MENJADI BENCANA

DALAM BERKAS KERJA DAN KOAR-KOAR RENCANA

DI HADAPAN PARA JELATA DAN DI LAYAR KACA

DARI RIUH KOTA SAMPAI HENING DESA

MENGUBAH BAHAGIA MENJADI NESTAPA

MEMBEKAP TAWA DENGAN RINTIHAN LARA

MENGAPA KAU DIAM BANGSAT?

SEDANG BUMI PELAN-PELAN HABIS DIKERAT OLEH PARA KEPARAT!

ATAU MEMANG KALIAN KEKASIH GELAP?

YANG DIAM-DIAM TERTAWA BERSENDAKAP!?

HEI SAMPAH!

INI BUKAN PUISI GUNDAH

TAPI SUMPAH SERAPAH!!!!


By. Taufik Akbar Syam

Putera Belopa

Senin, 23 Juni 2008

CINTA MEMBUAT KITA BERSAYAP

Entah dari mana datangnya kekuatan, setelah belajar jauh ke negeri orang bertahun-tahun, membaca ribuan buku, majalah, koran, mengumpulkan pengetahuan lewat internet, dicerahkan oleh pergaulan yang demikian luas, diperkaya oleh film yang sempat saya tonton, namun bolak-balik saya didamparkan pada puncak ide yang bernama cinta. Mirip dengan guru Aikido yang bernama Morihei Ueshiba, yang menyebut hanya ada satu puncak yaitu
cinta, perjalanan ide saya juga demikian. Dari bacaan, pergaulan, maupun tontotan, semuanya berujung pada lorong yang bernama cinta.

Demikian juga ketika saya bersama anak-anak menonton film The Theory of Conspiracy di HBO suatu malam pertangahan Maret 2000. Film inspiratif yang dibintangi Mel Gibson dan Julia Roberts ini, memang dilatarbelakangi oleh dunia intelejen yang penuh teka-teki, menantang dan kadang kejam. Mel Gibson dan Julia Roberts memang bermain mengagumkan. Namun, yang lebih mengagumkan adalah cerita film ini. Untuk tujuan kekuasaan yang penuh kekejaman, kerakusan dan keserakahan, Mel Gibson memorinya diacak-acak dan dihancurkan. Kemudian, diformat ulang agar ia menjadi seorang pembunuh yang berdarah
dingin. Yang diharapkan bisa membunuh seorang hakim yang membongkar kasus lama.

Akan tetapi, begitu Mel Gibson siap membunuh sang hakim, ia melihat cinta seorang hakim terhadap puterinya (Julia Roberts) yang menawan.Entah cinta sang hakim pada puterinya, atau cintaseorang pria kepada seorang wanita, yang jelas seluruh energi cinta ini menghentikan energi membunuh Mel Gibson yang penuh
dengan format penguasa.

Merasa takut dan tidak puas dengan hasil format terhadap Mel Gibson, ia pun dikejar dan disiksa. Bahkan sampai mengerahkan seluruh komponen aparat keamanan. Sekali lagi, ia selamat berkat sayap yang bernama cinta. Di akhir cerita, secara amat romantis Mel Gibson bertutur apik : love gives us wing.

Kalimat apik terakhir ini mengingatkan saya pada sejumlah pengalaman berat. Dalam presentasi di depan petinggi-petinggi Citibank Indonesia dari country manager sampai dengan semua vice president saya bertemu dengan banyak sekali orang pintar dengan jam terbang yang mengagumkan. Demikian juga ketika diajak keliling Indonesia oleh Tupper Ware. Saya bertemu dengan
banyak manusia yang amat beragam. Hal yang sama juga terjadi, ketika melakoni diri menjadi konsultan yang harus berhadapan dengan pengusaha-pengusaha sukses yang kaya raya. Ada yang sombong, merendahkan, menghina sampai dengan kagum penuh pujian.

Akan tetapi, dengan modal sayap yang bernama cinta, semua itu lewat tanpa halangan yang menakutkan. Seorang peserta lokakarya yang amat sarkastis di awal, di akhir malah memeluk saya sambil memberikan hadiah sepasang sepatu mahal. Kerap saya ragu dan bingung, tanpa usaha yang terlalu keras,
bagaimana orang yang demikian bermusuhan awalnya menjadi demikian bersahabat. Dalam politik perkantoran juga sama. Kepala saya pernah diinjak dan dikencingin orang lain. Bahkan ada yang melakukannya di depan umum. Entah dari mana datangnya kekuatan, orang-orang seperti ini belakangan tidak sedikit yang menaruh hormat yang tinggi.

Dan setelah mendengar pesan Mel Gibson bahwa love gives us wing, saya baru saja sadar. Bahwa cinta bisa membuat kita bersayap. Untuk kemudian, terbang tinggi-tinggi dalam kehidupan. Tidak hanya tinggi dalam prestasi materi, tetapi juga tinggi dalam prestasi spiritual. Lebih dari itu, sebagaimana burung yang
bersayap, tubuh dan jiwa ini juga menikmati kebebasan yang demikian mengagumkan. Imajinasi, inovasi, inspirasi datang demikian mudahnya dalam kehidupan yang bersayapkan cinta.

Coba perhatikan lirik lagu Boyzone yang berjudul Every Day I Love You, It's a touch when I feel bad, It's a smile when I get mad. Cinta memang bisa demikian memabukkan kalau tidak dibingkai dengan kedewasaan dan kearifan. Namun begitu ia berada dalam bingkai kedewasaan dan kearifan, ia berfungsi persis seperti sayap besar dan tangguh. Dan siap membawa kita kemana saja kita pergi dalam kehidupan.

Bercermin dari filmnya Mel Gibson, pengalaman pribadi saya, maupun lagunya Boyzone, akan banyak gunanya kalau kita membanjiri diri kita dengan cinta. Dan ini sebenarnya tidak sulit. Energi cinta tersedia demikian melimpah di mana-mana. Istri, suami, anak, orang tua, tetangga, alam semesta, Tuhan adalah
sumber dan sekaligus tempat penyaluran cinta. Kita bisa melakukannya kapan saja dan di mana saja baik dengan biaya mahal maupun murah.

Saya menyisakan sebagian kecil makanan di pinggir piring setiap kali makan, meletakkan segenggam nasi di pinggir taman rumah agar dimakan oleh burung-burung gereja yang datang setiap pagi, meletakkan daun talas di kolam ikan agar ikan makan dengan lahap, membagi sebagian kecil rejeki ke orang-orang bawah yang memerlukan, memberi semampu mungkin ke anak, isteri dan orang
tua. Anda saya yakin punya cara yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan saya. Mencintai juga lebih hebat dibandingkan dengan saya. Namun, jangan pernah lupa, cinta membuat kita bersayap. Dan kemudian membuat tubuh dan jiwa ini terbang demikian enteng dan ringan. Seperti Mel Gibson yang mengalahkan format teknologi yang demikian mengagumkan namun kejam.

Jadilah orang keras kepala

Dua begawan Donald Trump dan Robert Kiyosaki sempat wanti-wanti, baik dalam kehidupan sehari-hari, bisnis, investasi, karya maupun bidang lainnya, kita mesti berpikir untuk menang, bukan sekedar tidak kalah. Terkait itu, saya sreg sekali dengan General Electric (GE) -perusahaan terbesar nomor dua di dunia. Berawal pada tahun 1876, mengandalkan kekuatan teknologinya, GE kemudian merambah peralatan rumah tangga, lampu listrik, finansial, mesin jet pesawat, pembangkit nuklir, dan lain-lain.

Lantaran seradak-seruduk di segala lahan, mulai dekade 1970-an GE menjelma menjadi raksasa gemuk yang tidak lincah dan boros. Untunglah, pada tahun 1981 GE dinahkodai figur luar biasa bernama Jack Welch. Dengan teriakan, “Fix, close, sell!” ia pun melego 200 anak perusahaannya dan mengakuisisi 1.700 perusahaan lainnya. Kriteria melego atau mengakuisisinya sederhana saja, menjadi nomor satu atau nomor dua di bidangnya. Apabila tidak, GE akan melupakan bidang tersebut. Istilah lainnya, memastikan menang, bukan sekedar tidak kalah.

Saat Jack masuk, nilai GE adalah US$ 14 miliar. Sewaktu ia keluar 20 tahun kemudian, nilainya meloncat setinggi US$ 130 miliar. Kalau boleh sombong, tidak ada seorang pun pemimpin bisnis di muka bumi ini yang sanggup melipatgandakan nilai seperti itu, selain dirinya. Akhir-akhir ini, GE dinilai sebesar setengah trilliun dolar dan tahun 2006 merek GE dihargai sebesar US$ 48.907 juta. Jadilah GE salah satu merek paling mahal di jagat ini. Dan ini semua berakar dari filosofi menang, bukan sekedar tidak kalah.

Di tanah air, sedikit-banyak Ciputra Group, Kem Chicks, dan Astra Internasional juga mengamalkan falsafah itu. Di segala medan, mereka bertarung untuk menang, bukan sekedar tidak kalah. Dan percaya atau tidak, pijakan utama untuk meraihnya adalah dengan menjadi orang yang keras kepala. Tentunya, dalam artian gigih, bukan ndableg asal-asalan. Tolong di-highlight itu. Sayangnya, selama ini Indonesia lebih dikenal sebagai bangsa yang ramah, bukan bangsa yang gigih. Kalau Jepang dan Korea, barulah disebut-sebut sebagai bangsa yang gigih.

Catatlah, baik Ciputra, Bob Sadino, maupun William Soerjadjaja juga pernah pailit bahkan terbelit utang. Tidak terkecuali. Setidak-tidaknya pada periode-periode tertentu. Akan tetapi, mereka sama sekali tidak kepikir untuk balik kampung. Alih-alih begitu, mereka malah terus maju. Kini, mereka adalah ikon di jalurnya masing-masing.

Seorang ekonom asal Bangladesh -Muhammad Yunus- akan menunjukkan kepada kita semua apa yang dimaksud dengan gigih. Obsesinya ketika itu adalah bagaimana bank-bank setempat dapat menyalurkan dan mengulurkan kredit kepada warga yang sangat miskin. Bayangkan saja, banyak di antara mereka mengharapkan pinjaman berkisar 12.000 rupiah.

Ide yang sangat mulia ini sempat ia sodorkan ke mana-mana, namun ternyata semua pihak cuma menggelengkan kepala. Sepintar apapun ia berargumen, tetap saja bankir dan pejabat pemerintah berdalih, “Orang melarat tidak layak dikucur kredit.” Untunglah, ia termasuk orang yang gigih. Ia tanggalkan dan tinggalkan cara pandang seekor burung. Alih-alih begitu, ia malah mengenakan cara pandang seekor cacing, di mana ia berusaha mengetahui apa yang terhampar tepat di depan mata. Dengan mengendusnya. Dengan menyentuhnya.

Mulanya, ia hanya menjadi semacam penjamin bagi warga yang sangat miskin. Lama-kelamaan, ia malah merintis banknya sendiri -tentu saja sesuai dengan konsep yang ia cita-citakan sedari awal. Namanya Grameen Bank. Tanpa diduga-duga, kini bank itu berhasil menangani 46.000 desa di Bangladesh melalui lebih dari 1.200 cabang. Atas jasanya yang tidak mengenal lelah tersebut, ia pun dianugerahi Nobel Perdamaian. Itulah buah dari kegigihan.